Nama : Jaenal
Npm : 13110696
Kelas : 2 KA 27
Pengaruh Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Komputer Terhadap Trend Industri Retail @ Mesin Kasir
Di tahun 1980 masih banyak diantara kita di Indonesia yang belum
melek komputer, sehingga pada saat itu kita sudah sangat bangga jika
menggunakan mesin tik elektronik. Tahun 1987, kita mulai mengenal komputer
ber-prosesor 286, dimana untuk menghidupkannya masih menggunakan disket DOS.
Selain itu sistem operasi pada saat itu msih belum open system, sehingga sistem
PC tidak dapat berkomunikasi dengan sistem lainnya yaitu Mac.Untuk mengirimkan
files kepada seseorang yang berlainan kota, kita masih membutuhkan jasa pos
atau kurir. Tahun 1990, orang Indonesia dengan bangganya menenteng organizer
elektronis bermemori 2 MB untuk dapat disebut melek teknologi.
Saat ini teknologi komputer sudah berkembang demikian pesatnya .
Di pasaran komputer kini telah sampai ke teknologi komputer berprosesor Pentium
IV dengan kecepatan sampai 2 Gz dan memori 1.5 GB. Orang juga dapat dengan
mudah berkomunikasi dan bertukar informasi walau pun sistem operasi komputernya
berbeda, karena kini sistem operasi sudah open system. Untuk mengirimkan file,
semudah mengklik sebuah program. Fungsi kantor pos untuk berkirim surat mulai
berkurang peranannya. Kini tempat organizer elektronik digantikan oleh PDA
(Personnel Digital Assistenat), atau Pocket PC dengan memori sampai 64 MB dan
sistem operasi PalmOS atau Windows Pockect PC 2002, yang diluncurkan October
2001 lalu. Dengan kehadiran PDA mobilitas orang kini tidak lagi menjadi
halangan untuk berkomunikasi dan mengakses informasi di internet, mau pun
melakukan aktivitas seperti mengetik atau membuat perhitungan dengan spread
sheet.
Hal yang sama terjadi dengan teknologi komunikasi (telpon). Tahun
1977, mobile telepon masih sebesar tas jinjing. Kini ukuran dan kemampuan
mobile telepon sudah melompat jauh. Ukuran mobile phone kini sangat kecil dan
dilengkapi dengan teknologi baru seperti Blue Tooth dan GPRS. Telpon seperti ini
dipadukan dengan PDA, mampu membawa pemiliknya ke dunia maya secara mudah,
tanpa perlu pasang-pasang kabel. Operator telpon juga semakin banyak, tahun
1975 kita hanya mengenal Telkom untuk telpon rumahan dan teknologi AMPS untuk
mobile telepon. Kini kita memiliki lebih banyak pilihan misalnya Telkom,
Ratelindo, C4, AMPS, GMS 900, CDMA, GMS 1800, dan PSN (telpon satelit). Untuk
sambungan internasional pun tersedia alternatif yang jauh lebih murah melaui
VOIP di internet.
Trend di atas mau tidak mau akan berimbas pada perkembangan
industri retail di tanah air. Retailer di Indonesia perlu mencermati trend ini,
agar pada saatnya nanti dapat memaksimumkan kesempatan yang ada untuk mengambil
manfaat sebesar-besarnya dari trend yang terjadi. Mari kita lihat trend apa
saja yang akan menyertai perkembangan teknologi ini.
e-Retailing
“The internet is like a weapon sitting on the table, ready to be
picked either by you or your competitors” demikian nasihat yang diberikan oleh
Michael Dell, pendiri Dell Computer.. Saat ini jumlah pengguna internet di
Indonesia baru sekitar 1% dari jumlah penduduk atau lebih kurang dua juta
orang. Walau pun demikian pada masa mendatang jumlah ini akan terus mengalami
peningkatan. Sehingga tidak salah jika dikatakan trend blue chip di masa
mendatang adalah non-store retailing melalui internet yang dikenal dengan
e-retailing, e-tailing atau e-Commerce B2C.
Melihat pengalaman di Amerika, survey dari Boston Consulting Group
(BCG), menunjukkan bahwa pada tahun 2000, e-retailing tumbuh dengan laju 120%
dan mencapai penjualan senilai 33 milliar USD. Pada tahun 2001 diperkirakan
tumbuh 85% dengan penjualan mencapai 61 milliar USD (Retailernews.com, Feb
2001).
Produk apa yang cocok dijual melalui internet? Produk yang
penjualanya didukung oleh impulse buying atau produk tak bermerek yang
karakteristiknya ditentukan oleh evaluasi secara organoleptik (evaluasi
pancaindera terhadap bentuk, tekstur, warna, rasa, dan bau), tidak akan sukses
jika dijual melalui e-retailing. Produk yang cocok untuk dipasarkan melalui
internet adalah produk rasional. Artinya produk yang dijual harus produk yang
mudah dideskripsikan, memiliki loyalitas merek yang tinggi atau mereknya sudah
demikian dikenal oleh target pembelinya, misalnya buku, komputer, camera,
appliances, peralatan kantor, produk kecantikan, produk kesehatan dan pakaian.
Riset dari BCG, menunjukkan bahwa kategori seperti komputer, buku, mobil,
produk kecantikan dan kesehatan merupakan kategori yang paling pesat
pertumbuhan penjualannya di internet. Untuk produk makanan dan toiletries,
hanya merek-merek terkenal yang paling umum dikonsumsi yang mungkin sukses
dijual secara e-tailing. Sedangkan untuk produk fresh seperti daging, ikan dan
buah masih sulit untuk dipasarkan melalui e-tailing karena perilaku pembelian
konsumen yang sangat khas untuk produk-produk ini. Untuk membeli produk fresh
pembeli butuh melihat, menyentuh dan membaui terlebih dahulu sebelum memutuskan
pembelian.
IT Application for business and
commercial
Didukung oleh perkembangan teknologi PDA, barcoding dan mobile
telpon, e-tailing masa depan akan sangat jauh berbeda dengan praktek yang
terjadi sat ini. Pada masa depan berbelanja akan semakin singkat, mudah, dan
praktis. Kita dapat memesan produk melalui PDA/mobile phone yang dilengkapi
dengan barcode scanner, bayar dengan ATM atau credit card secara on-line.
Teknologi I-Home yang dikembangkan oleh Cisco Systems, bahkan sanggup membuat
kulkas kita memesan barang secara langsung ke supermarket, jika stock barang di
dalamnya dibawah stock minimum yang kita set. Selanjutnya pesanan dapat kita
ambil sendiri atau langsung diantar via delivery service.
Barcoding Shopping
Selain berbelanja melalui internet, tentunya di masa depan kita
juga masih dapat berbelanja langsung ke supermarket. Namun supermarket masa
depan akan jauh berbeda dengan supermarket yang ada saat ini. Jika sekarang
kita memilih barang dan meminta cashier menscan barcode-nya, maka di masa depan
kita menscan sendiri barang yang kita inginkan dengan handheld terminal yang
disediakan toko atau PDA yang kita miliki. Lalu meletakkan barang di trolley
khusus yang dilengkapi barcode reading dengan teknologi seperti blue tooth.
Jika barang belum di-scan, alarm pada trolley akan berbunyi, mengingatkan kita
untuk menscannya dulu. Total harga barang yang telah di-scan dapat dibayar via
ATM atau credit card secara on line lewat PDA atau hand phone. Selanjutnya kita
langsung menuju pintu keluar untuk mengambil receipt dan membungkus belanjaan.
Toko-toko mungkin tidak lagi membutuhkan cashier atau pun cash
register. Para cashier harus mulai berpikir untuk menemukan pekerjaan baru!
Dengan teknologi seperti ini toko akan beroperasi lebih effisien, dan mampu
mengontrol shrinkage lebih baik. Sekarang teknologi seperti ini sedang
dikembangkan oleh Wal-Mart bersama Symbol Technologies.
Teknologi diatas dimungkinkan dengan adanya teknologi wireless LAN
dan teknologi barcoding yang dikembangkan oleh Barpoint.com bekerjasama dengan
Palm Pilot, Teknologi CueCat dari CueCat.com dan deBarcode.com. Saat ini
teknologi seperti ini sedang dikembangkan oleh Radio Shack dan CueCat di AS.
Misalnya jika kita berkunjung ke outlet Radio Shack, kita akan diberikan satu
unit CueCat gratis untuk dihubungkan ke unit PC di rumah. Dengan alat ini kita
dapat menscan barcode dari produk yang dicantumkan di iklan majalah atau
catalog Radio Shack, untuk selanjutnya browser internet akan meload data profil
produk tersebut melalui PC. Jika tertarik, kita dapat langsung memesannya
secara on line. Dan barang pun akan segera dikirimkan ke rumah kita.
Di masa depan fungsi seller (pramuniaga toko) dapat digantikan
oleh tokoh animasi, yang dengan sigap dan tak kenal lelah menjawab seluruh
pertanyaan calon pembeli melalui computer station yang dipasang di area toko.
Jadi jangan kaget jika di masa depan kita dilayani oleh Lara Crox, saat
berbelanja di supermarket.
e-Price Comparation
Perkembangan teknologi e-retailing dan e-barcoding , akan
mendorong berkembangnya pelayanan cyber price survey. Melalui jasa seperti ini,
jika ingin mengetahui atau membandingkan harga yang ada di pasar, konsumen
dapat dengan mudah mengakses situs tertentu dan memperoleh informasi tersebut.
Informasi yang diberikan dapat berupa Nama Barang, Nomor Barcode, Nama
Manufacturer, Spesifikasi Barang, dan Harga Jual di retailer A, di retailer B
atau retailer lain yang diminta.
Dengan teknologi seperti ini mekanisme pasar akan lebih effisien.
Konsumen akan semakin mudah menentukan, retailer mana yang lebih murah dan mana
yang lebih mahal. Jika tidak memiliki nilai tambah yang significant, jangan
harap retailer dapat menarik hati calon pelanggan. Semakin jelaslah bahwa
dimasa depan retailer harus ekstra keras mengeffisiensikan sistem operasi dan
sistem supply chainsnya jika ingin sukses. Hilangkan in-effisiensi dalam supply
chain, kurangi jumlah supplier untuk satu jenis produk yang sama 25% setiap
tahunnya, berikan empowerment kepada tiga orang terbaik bukan anggota keluarga
untuk mengelola usaha, jauhkan sepupu dari usaha kita, rekruit orang-orang yang
memiliki integrasi, dan berikan mereka gaji dan benefit yang memuaskan. Tanpa
itu … selamat tinggal! Dan selamat bergabung di dunia under dog!
Quick and Efficient Customer Response (QECR)
Trend berikutnya yang akan terjadi dengan diserapnya perkembangan
TI ke Indonesia adalah penerapan QECR dalam proses logistik dan distribusi
barang oleh retailer. Prinsip utama QECR adalah pemanfaatan teknologi guna
meningkatkan effisiensi dan kecepatan respon dari retailer terhadap permintaan
pasar, dengan demikian perkembangan teknologi komputer dan komunikasi akan
berdampak besar terhadap QECR. Saat ini sistem manufacture, distributor dan
retailer merupakan tiga sistem yang terpisah dan tertutup. Di masa depan ke
tiga sistem ini akan menjadi satu, karena tuntutan effisiensi yang lebih
tinggi.
Saat ini praktek QECR berkembang pesat di Eropa, terutama di
Inggris. Tesco melalui penerapan QECR misalnya, mampu menurunkan level stock di
rantai mereka dari 46 hari pada tahun 1978 menjadi hanya berkisar 17 hari di
tahun 1997. Jika berminat untuk menerapkan QECR, maka dua landasan implementasi
QECR berikut harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu :
Trust antar komponen rantai permintaan (demand chains).
Relationship win-win antara retailer dengan supplier.
Tanpa dipenuhinya kedua hal di atas jangan harap penerapan QECR akan berhasil. Selanjutnya untuk menjamin keberhasilan penerapan QRCR maka fokus manajemen harus diarahkan pada
Trust antar komponen rantai permintaan (demand chains).
Relationship win-win antara retailer dengan supplier.
Tanpa dipenuhinya kedua hal di atas jangan harap penerapan QECR akan berhasil. Selanjutnya untuk menjamin keberhasilan penerapan QRCR maka fokus manajemen harus diarahkan pada
hal-hal berikut :
·
Penerapan micro merchandising.
·
Penerapan interface multifungsi dalam hubungan retailer-supplier.
·
Ada sistem pemantauan PLC (Product Life Cycles).
·
Penerapan category management.
·
Product replenishment yang effisien.
·
Memaksimumkan penerapan teknologi.
Implemantasi QECR oleh retail akan menjadi satu kompetitif
advantage di masa depan, sepandan dengan besarnya investasi yang harus
ditanamkan oleh perusahaan. Wal-Mart misalnya menanamkan investasi senilai 2.4
juta USD pada tahun 1983 hanya untuk membeli teknologi komunikasi via satelit
untuk meningkatkan effisiensi distribusi dan logistiknya. Pada awalnya Sam
Walton, sang pendiri, enggan mengeluarkan dana sebesar itu hanya untuk
komputerisasi. Namun akhirnya ia mengalah terhadap desakan para top managernya
seperti David Glass, Jack Shewmaker dan Ron Mayer. Dua tahun pertama investasai
ini belum menunjukkan hasil. Namun investasi tersebut akhirnya diakui sebagai
salah satu faktor penentu keberhasilan Wal-Mart saat ini. Sehingga Wal-Mart
mampu menggabungkan sistem mereka dengan sistem para suppliernya. Dengan
demikian mereka mampu membeli dengan harga lebih murah, plus biaya logistik
& distribusi yang lebih effisien Tak heran jika mereka dapat membuktikan
bahwa jika belanja di Wal-Mart … Every Day Low Price! Kini Wal-Mart adalah
retailer terbesar dalam hal omzet di dunia. Semua pencapaian itu memang tidak
gratis, total investasi Wal-Mart pada saat itu untuk membeli teknologi komputer
dan komunikasi satelit hampir mencapai 700 Juta USD.
Hal yang menggembirakan adalah kesadaran dari para manufacture
(supplier) untuk turut memperbaiki teknologi komputerisasi dan komunikasinya.
Sehingga dengan adanya upaya dua pihak,. retailer-supplier; Untuk sama-sama
memperbaiki teknologi mereka, biaya investasi diharapkan dapat lebih murah.
Contoh kolaborasi retailer-manufacture dalam program supply chain integration,
misalnya antara Wal-Mart dan P&G. Manufacture lain misalnya Nestle,
mengembangkan sistem supply chains berbasis internet. Nestle menanamkan USD 1.8
milyar untuk mengembangkan sistem tersebut. Sebelumnya Nestle memilki 5 sistem
e-mail dan 20 versi software accounting, dengan sistem barunya ini, Nestle
mulai beralih menuju penggunaan satu paket software. Database Nestle
menggunakan satu kode produk tunggal, sehingga pembeli produk Nestle di satu
negara dapat membeli produk yang sama dari divisi Nestle di negara lain.
Seluruh database Nestle disentarlisasikan di 6 pusat data, dan dapat diakses
lewat internet. Nestle juga dapat mengetahui berapa banyak pembelian yang
dilakukan oleh satu account, proses negosiasi dilakukan tersentalisasi,
sehingga memberikan volume yang lebih besar per satu purchase order, dengan
demikian lebih effisien. Pembelian lintas negara menjadi lebih mudah
dikoordinasikan.
Non store retailing dan QECR melalui internet merupakan trend blue
chip di masa mendatang di Indonesia. Kemajuan teknologi komputer dan komunikasi
akan mempercepat pertumbuhan e-retailing dan penerapan praktek QECR. Banyak
peluang penghematan yang dapat diambil. Implikasinya, jika ingin tergabung
dalam sistem tersebut, maka retailer perlu mengevaluasi apakah sistem dan
infrastruktur yang dimiliknya mendukung untuk itu, jika tidak, saatnya sekarang
ini untuk mempersiapkan diri, atau terlambat sama sekali.
Sumber
:
terima kasih artikelnya bagus sekali nambah" pengetahuan. , sukses selalu
BalasHapus